Tulisan ini dibuat pukul 2.34 dini hari, dengan beberapa tab browser—17, precisely—di Safari yang masih kebuka, Spotify, dan Ms. Word sialan yang dari tadi kursornya kedip-kedip ngeledek (kayaknya sih dia mau bilang, ‘cie nge-stuck nulis proposalnya. Kapok kan?’)
Ngomongin tentang mimpi segudang yang enggak tau ujungnya di mana, inilah mengapa kalau punya hidup tuh jangan didasarkan semuanya sama academic achievement. Mampus. Dari SD sampai SMA siklusnya kayak gitu-gitu aja, giliran kuliah burn out kan jadinya. (ha ha ha, bangsat).
Seumur-umur gue enggak pernah ngerasain hal yang kayak gini. Pengen nangis tapi enggak bisa, soalnya gak ada waktu. Dulu sih kalau ada hal yang bikin stres, dengan gampang gue akan duduk mojok di kamar, denger playlist 1–800-cries, terus nangis sampai rasanya hampa dan enggak ada lagi air yang bisa keluar dari mata. Tapi sekarang? boro-boro, nafas aja enggak bisa. Apalagi nangis.
Bunda, anak pertamamu yang ini lagi berjuang buat gak bergantung sama kopi sebagai stimulan. Anak pertamamu yang ini gak tau harus berapa kali keinternis diem-diem cuma karena gerd-nya makin lama makin parah, sampai ke titik di mana bangun pun enggak bisa karena rasanya dunia lagi mau runtuh.
Anak pertamamu yang ini lagi sibuk bolak-balik buat konsultasi karena gerd dan kopi itu dua hal yang kombinasinya bisa bikin tubuh rontok—Bunda, anak pertamamu yang ini lagi berjuang ini itu cuma buat validasi.
The fucked up part is— sebetulnya tuntutan itu, ketika gue pikirin lagi di jam 4 dini hari pekan lalu ketika gue menolak tidur, ternyata datangnya bukan dari lingkup eksternal. Gue sebetulnya enggak berhak nyalahin orang atas semua keputusan yang gue ambil, semua tuntutan itu rupanya datang dari diri sendiri. Capek-capek gue nyalahin keadaan, taunya masalahnya di gue. HAHAHA. It’s me, hi, I’m the problem—it’s me.
Gue enggak pernah mau dicap jadi anak pertama yang gagal jadi contoh buat adiknya. Gue enggak pernah mau dicap jadi anak pertama yang enggak membanggakan keluarga.
(Makan tuh ego lo yang lebih gede dari tata surya, Abyantara. Persetan sama titel anak pertama, udah seharusnya lo sadar kalau lo gak akan pernah bisa jadi panutan once you’re dead and buried six feet under cuma karena maksain diri sampai segininya, tolol.)